.1 Rentang Usia Anak Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar
sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga
kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa
sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam
banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan
dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik
anak.
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi
menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas
tinggi.
Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas
tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, dalam Anitah, dkk., 2008). Di Indonesia, rentang
usia siswa SD, yaitu antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada
kelompok kelas rendah, yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada
pada kelompok ini termasuk dalam rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini
merupakan masa yang pendek tetapi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh
karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga
akan berkembang secara optimal.
2 Karakteristik Perkembangan
Anak Usia Sekolah Dasar
Siswa Sekolah
Dasar merupakan individu unik yang memiliki karakteristik tertentu
yang bersifat khas dan
spesifik. Pada dasarnya setiap siswa adalah individu yang berkembang.
Perkembangan siswa akan dinamis sepanjang hayat mulai dari kelahiran sampai
akhir hayat, Dalam hal ini pendidikan maupun pembelajaran sangat dominan
memberikan konstribusi untukek membantu dan mengarahkan perkembangan siswa
supaya menjadi positif dan optimal. Setiap siswa memiliki irama dan kecepatan
perkembangan yang berbeda – beda dan bersifat individual.
Perkembangan
siswa merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam proses belajar.
Seluruh aktifitas proses belajar harus berpusat pada kebutuhan siswa (child centered) dan pada aspek tuntutan
masyarakat (society centered). Fase –
fase perkembangan yang dialami siswa harus dipahami oleh guru supaya dalam
pembelajaran tidak mengalami hambatan psikologis yang mengakibatkan hasil
belajar tidak optimal.
Perkembangan
siswa sekolah dasar usia 6-12 tahun yang termasuk pada perkembangan masa
pertengahan (middle childhood)
memiliki fase-fase yang unik dalam perkembangannya yang menggambarkan peristiwa
penting bagi siswa yang bersangkutan. Tahap perkembangan siswa dapat dilihat
dari aspek Kognitif, Psikososial, dan Moral.
2.2.1 Teori Perkembangan
Kognitif
Dalam praktek
pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan
seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance
organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarki belajar oleh
Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan
lebih rinci beberapa pandangan mereka.
Jean Piaget
membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan
dan semakin canggih seiring pertambahan usia :
1. Tahapan
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2. Tahapan
praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Tahapan
operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. Tahapan
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1.
Tahapan
sensorimotor
Menurut
Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi
dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode
pertama dari empat periode. Bagi anak yang berada
pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan
sensori (koordinasi alat indra).
Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman
spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a. Sub-tahapan skema refleks,
muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan
refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari
usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul
antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan
koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder,
muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan
untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda
kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e. Sub-tahapan fase
reaksi sirkular tersier,
muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama
dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik,
berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
2.
Tahapan
praoperasional
Tahapan
ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi
dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap
objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara
logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan
merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan
untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan
objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau
bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya
berbeda-beda.
Menurut
Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan
kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif
bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka
tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan
satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di
sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
3.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan
ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai sebelas
tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:
a)
Pengurutan—kemampuan
untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya,
bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
b)
Klasifikasi—kemampuan
untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
c)
Decentering—anak
mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
d)
Reversibility—anak
mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e) Konservasi—memahami
bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan
dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di
gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
f) Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan
untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang
memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti
kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti
akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa
boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
dapat menggunakan hasil
yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
4.
Tahapan operasional formal
Tahap
operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat
memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala
sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi
abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul
saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai
masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit.
erbicara, dan berbuat
karenaa akan sangat bepengaruh terhadap kepribadian peserta didik.
2.2.2
Teori Perkembangan
Psikososial
Teori Erik Erikson tentang
perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori
perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam
psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang
dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan
psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi
sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman
dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat
membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson
disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Ericson
memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8
(delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya
bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat
berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan
dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika
tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika
tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan
perasaan tidak selaras.
Tahap 1. Trust
vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
§ Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
§ Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara
kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam
hidup.
§ Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan
pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.
§ Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman
dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional,
atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di
asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan
kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
Tahap 2.
Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
§ Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.
§ Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi
selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari
pengendalian diri.
§ Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah
bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup
berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh
seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
§ Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih
yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
§ Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri,
sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap
diri sendiri.
Tahap 3. Inisiatif (Initiative)
vs rasa bersalah (Guilt)
§ Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
§ Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan
dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih
tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut
perilaku aktif dan bertujuan.
§ Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin
orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
§ Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah,
perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak
menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat
merasa sangat cemas.
§ Erikson
yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa
berhasil.
Tahap 4. Industry vs
inferiority (Percaya diri vs rasa rendah diri)
§ Terjadi pada usia 6 s/d 12 tahun
§ Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap
keberhasilan dan kemampuan mereka.
§ Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
§ Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua,
guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil atau
menimbulkan perasaan rendah diri.
memberikan kesempatan
yang luas bagi siswa untuk mengembangkan sikap positifnya.
Tahap 5. Identity vs
identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
§ Terjadi pada masa remaja, yakni usia 12 s/d 20 tahun
§ Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
§ Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan
kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap
kedewasaan).
§ Anak
dihadapkan memiliki banyak
peran baru dan status sebagai orang dewasa
–pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus
mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu
peran khusus.
§ Jika remaja
menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk
diikuti dalam kehidupan,
identitas positif akan dicapai.
§ Jika suatu
identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika
remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan
positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
§ Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal,
kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap
ini.
§ Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan
muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy
vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
§ Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
§ Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan
yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
§ Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit
dan aman.
§ Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk
mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka
yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen
dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional,
kesendirian dan depresi.
§ Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak
dalam interaksi dengan orang.
Tahap 7. Generativity
vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
§ Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
§ Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap
karir dan keluarga.
§ Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka
berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta
komunitas.
§ Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak
terlibat di dunia ini.
Tahap 8. Integrity
vs depair (integritas vs putus asa)
§ Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
§ Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
§ Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
§ Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
§ Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan
keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.
§ Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
Post A Comment:
0 comments: